• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Mitos Kaya: Mengapa Warga RI Sering Salah Sangka Soal Orang Tionghoa?

img

Promovision.org Bismillah semoga hari ini membawa berkah untuk kita semua. Pada Artikel Ini aku mau berbagi cerita seputar Opini, Sosial, Budaya, Ekonomi yang inspiratif. Informasi Terkait Opini, Sosial, Budaya, Ekonomi Mitos Kaya Mengapa Warga RI Sering Salah Sangka Soal Orang Tionghoa baca sampai selesai.

    Table of Contents

Mengapa stereotip bahwa semua orang Tionghoa di Indonesia kaya raya masih melekat? Ternyata, akar masalah ini bersemi dari kebijakan diskriminatif pemerintah kolonial Belanda di masa lalu, yaitu Wijkenstelsel dan Passenstelsel.

Wijkenstelsel, secara sederhana, adalah sistem pengelompokan wilayah berdasarkan etnis yang diterapkan oleh pemerintah kolonial. Kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap pengalaman traumatis VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dalam mengendalikan populasi di wilayah kekuasaannya.

Passenstelsel, di sisi lain, merupakan kebijakan pembatasan pergerakan. Masyarakat dari kelompok etnis tertentu tidak bebas bepergian ke wilayah yang dihuni oleh kelompok lain. Mereka diwajibkan membawa surat izin jalan (passen) dan menunjukkan identitas mereka setiap saat.

Kedua kebijakan ini, Wijkenstelsel dan Passenstelsel, terus dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya, masyarakat Tionghoa terpaksa hidup dalam wilayah yang telah ditentukan dan mengalami pembatasan mobilitas. Kondisi ini, ironisnya, justru mendorong mereka untuk fokus pada kegiatan ekonomi dan perdagangan, yang kemudian memunculkan persepsi bahwa mereka lebih makmur dibandingkan kelompok etnis lainnya.

Mona Lohanda, dalam bukunya Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007), menjelaskan bagaimana kebijakan-kebijakan ini membentuk struktur sosial dan ekonomi di Batavia (Jakarta) pada masa kolonial. Kebijakan ini secara tidak langsung menciptakan kesenjangan dan stereotip yang masih terasa hingga saat ini.

Penting untuk diingat bahwa stereotip ini tidak mencerminkan realitas yang kompleks. Banyak masyarakat Tionghoa di Indonesia yang juga mengalami kesulitan ekonomi dan hidup dalam kondisi yang kurang beruntung. Memahami akar sejarah dari stereotip ini adalah langkah awal untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan adil.

Demikianlah mitos kaya mengapa warga ri sering salah sangka soal orang tionghoa sudah saya jabarkan secara detail dalam opini, sosial, budaya, ekonomi Saya berharap artikel ini menginspirasi Anda untuk belajar lebih banyak selalu belajar dari pengalaman dan perhatikan kesehatan reproduksi. silakan share ke rekan-rekan. Terima kasih telah meluangkan waktu

Special Ads
© Copyright 2024 - promovision.org
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads